Jumlah roka’atnya dan hukumnya : Menurut ulama Fiqih : - 2 roka’at Qobliyah Isya (Ghoiru Muakkadah) - 2 roka’at Ba’diyah Isya (Sunnah Muakkadah. Menurut Imam Ghozali : - 4 roka’at Qobliyah Isya
(Ghoiru Muakkadah tercantum dalam kitab Syarah Bidayatul Hidayah)
- 4 roka’at Ba’diyah Isya
(Sunnah Muakadah, tercantum dalam kitab Ihya Ulumuddin
Karena sesuai hadits Nabi, riwayat Siti Aisyah , ” Sholat 4 roka’at
Rosulullah SAW, ba’da sholat isya yang akhir, kemudian ia tidur ”.
Adapun shalat sunnah 2 rakaat sebelum Isya’ tidak termasuk shalat rawatib, akan tetapi dianjurkan / disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata,
مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بَعْدَ الْعِشَاءِ كُنَّ كَقَدْرِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Barangsiapa yang shalat empat raka’at setelah (shalat) ‘Isya’, maka nilainya setara dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr.” (HR Ibnu Abi Syaibah 2/343 (5/100) no. 7351; sanadnya shahih)
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
أَرْبَعٌ بَعْدَ الْعِشَاءِ يَعْدِلْنَ بِمِثْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Empat raka’at setelah ‘Isyaa’ setara dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr.” (HR Ibnu Abi Syaibah, no. 7352; sanadnya hasan)
Dari ‘Abdullah (bin Mas’ud), ia berkata,
مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بَعْدَ الْعِشَاءِ لَا يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِتَسْلِيمٍ ؛ عَدَلْنَ بِمِثْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Barangsiapa yang shalat empat raka’at setelah ‘Isya’ yang tidak dipisahkan dengan salam, maka nilainya setara dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr.” (HR Ibnu Abi Syaibah, no. 7353; sanadnya hasan)
Dari Ka’b bin Mati’, ia berkata,
مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بَعْدَ الْعِشَاءِ يُحْسِنُ فِيهِنَّ الرُّكُوعَ، وَالسُّجُودَ، عَدَلْنَ مِثْلَهُنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Barangsiapa yang shalat empat raka’at setelah ‘Isya’ dengan membaguskan rukuk dan sujud padanya, nilainya setara dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr.” (HR Ibnu Abi Syaibah, no. 7354; HR An Nasa’i no. 4895-4896, sanadnya hasan)
Keutamaan
Amalan tersebut beserta pahalanya yang senilai dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr, meskipun sanadnya mauquf pada shahabat radliyallaahu ‘anhum, namun hukumnya adalah marfu’, karena di dalamnya tidak ada ruang ijtihad dalam menetapkan pahala suatu amalan secara khusus, sehingga diketahui bahwasannya statement itu tidak lain hanyalah berasal dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أذَانَيْنِ صَلاةٌ
“Di antara adzan dan iqamah, ada shalat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)Dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata,
مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بَعْدَ الْعِشَاءِ كُنَّ كَقَدْرِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Barangsiapa yang shalat empat raka’at setelah (shalat) ‘Isya’, maka nilainya setara dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr.” (HR Ibnu Abi Syaibah 2/343 (5/100) no. 7351; sanadnya shahih)
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
أَرْبَعٌ بَعْدَ الْعِشَاءِ يَعْدِلْنَ بِمِثْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Empat raka’at setelah ‘Isyaa’ setara dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr.” (HR Ibnu Abi Syaibah, no. 7352; sanadnya hasan)
Dari ‘Abdullah (bin Mas’ud), ia berkata,
مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بَعْدَ الْعِشَاءِ لَا يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِتَسْلِيمٍ ؛ عَدَلْنَ بِمِثْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Barangsiapa yang shalat empat raka’at setelah ‘Isya’ yang tidak dipisahkan dengan salam, maka nilainya setara dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr.” (HR Ibnu Abi Syaibah, no. 7353; sanadnya hasan)
Dari Ka’b bin Mati’, ia berkata,
مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بَعْدَ الْعِشَاءِ يُحْسِنُ فِيهِنَّ الرُّكُوعَ، وَالسُّجُودَ، عَدَلْنَ مِثْلَهُنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Barangsiapa yang shalat empat raka’at setelah ‘Isya’ dengan membaguskan rukuk dan sujud padanya, nilainya setara dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr.” (HR Ibnu Abi Syaibah, no. 7354; HR An Nasa’i no. 4895-4896, sanadnya hasan)
Keutamaan
Amalan tersebut beserta pahalanya yang senilai dengan empat raka’at pada waktu Lailatul-Qadr, meskipun sanadnya mauquf pada shahabat radliyallaahu ‘anhum, namun hukumnya adalah marfu’, karena di dalamnya tidak ada ruang ijtihad dalam menetapkan pahala suatu amalan secara khusus, sehingga diketahui bahwasannya statement itu tidak lain hanyalah berasal dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
0 komentar:
Posting Komentar